Pengertian, Fungsi dan Peran Serta Perkembangan Pers di Indonesia


Sumber : Bisnis-Jabar.com
Pengertian Pers
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pers adalh usaha percetakan dan penerbitan usaha pengumpulan dan penyiaran berita melalui surat kabar, majalah dan radio, orang yang bergerak dalam penyiaran berita, medium penyiaran berita, seperti surat kabar, majalah, radio, televisi atau film.
Pers (press) atau jurnalisme adalah proses pengumpulan, evaluasi dan distribusi berita kepada public. Sedangkan Kantor Berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media elektronik atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi.

Fungsi Pers
Adalah sebagai “watchdog” atau pemberi isyarat, pemberi tanda-tanda dni, pembentuk opini dan pengarah agenda ke depan. Beberapa fungsi Pers lainnya :
Fungsi Informasi :  menyajikan informasi karena masyarakat memerlukan informasi tentang berbagai hal yang terjadi di masyarakat, dan Negara. 

Fungsi Pendidikan : sebagai sarana pendidikan massa (mass education), maka pers situ memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga masyarakat bertambah pengetahuan dan wawasannya. 

Fungsi Hiburan : hal-hal yang bersifat hiburan sering dimuat pers untuk mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot.  Hiburan dapat berupa cerpen, cerita bergambar, cerita bersambung, teka-teki silang, pojok, karikatur. 

Fungsi Kontrol Sosial : adalah siukap pers dalam melaksanakan fungsinya yang ditujukan terhadap perorangan atau kelompok dengan maksud memperbaiki keadaan melalui tulisan.  Tulisan yang dimaksud memuat kritik baik langsung atau tidak langsung terhadap aparatur Negara, lembaga masyarakat.  

Fungsi sebagai Lembaga Ekonomi : Pers adalah sebuah berusahaan yang bergerak di bidang penerbitan.  Pers memiliki bahan baku yang diolah sehingga menghasilkan produk yang namanya  “berita” yang diminatai masyarakat dengan nilai jual tinggi.  Semakin berkualitas beritanya maka semakin tinggi nilai jualnya.  Pers juga menyediakan kolom untuk iklan.  Pers membutuhkan biaya untuk kelangsungan hidupnya.

Perkembangan Pers di Dunia.
Kegiatan jurnalistik pertama dikenal dalam sejarah adalah bulletin Acta Diurna artinya peristiwa harian pada masa romawi kuno abad 1 SM dengan dipampang di alun-alun, sedangkan bulletin berita yang disebarkan kepada kalayak ramai fitemukan di Cina sekitar tahun 750 M. Abad ke 15 penyebaran berita dengan cepat dan luas berkat ditemukannya mesin cetak karya Johannes Gutenberg di Jerman. Mula-mula surat kabar hanya memuat 1 lembar saja dan berisi 1 berita, pada abad 16 dan 17 di Jerman, Belanda dan Inggris surat kabar dan majalah dibuat dalam berbagai ukuran dan lembar malahan pengaruhnya makin meluas bukan saja hanya berita tapi juga berdampak pada politik. Jurnalisma pada abad ke 19 menjadi lebih berpengaruh karena adanya metode produksi masal revolusi industri dan meningkatnya angka melek huruf. Pada akhir abad 19 dan awal abad 20 kantor-kantor berita memanfaatkan penemuan telegram untuk mengirim berita secara cepat melalui kabel.

Perkembangan Pers di Indonesia.
Sejarah pers di Indonesia baru dimulai pada abad ke 20 ketika Rd. Mas Tirto Adhi Surjo menerbitkan mingguan Soenda Berita pada 17 Agustus 1903. Pada 1 Januari tahun 1907 Tirto dkk menerbitkan mingguan medan Prijaji dan sering mengkritik korupsi  serta pemborosan terhadap pejabat belanda maupun pribumi, akibatnya dia sering dipenjara. Setelah merdeka harian Mas Tirto yaitu Indonesia Merdeka yang dipimpin Mochtar Lubis sering berbenturan dengan kebijakan politik dan penyelewengan- penyelewengan pemerintah bahkan pada tahun 1954 Presiden Soekarno pernah dikritiknya.

 
Dr.H.Krisna Harapap membagi perkembangan kemerdekaan pers dalam 5 periode, yaitu :
Perkembangan Pers Pada Era Colonial
Seperti dikemukakan di atas pers pada masa ini sering mengkritik pemerintah kolonial sehingga pembredelan dan ancaman hukuman terhadap pers acap kali terjadi, setelah proklamasi terjadi perebutan kekuasaan dalam berbagai bidang termasuk pers seperti : Soeara Asia (Surabaya), Tjahaja (Bandung), dan Sinar Baroe (Semarang). Pada bulan September 1945 pers RI makin kuat dengan ditandai terbitnya Soeara Merdeka, Berita Indonesia, Warta Indonesia dan The Voice of free Indonesia. Pada saat agresi militer Belanda pers terbagi 2 yaitu yang terbit di kota dan desa, yang di kota sering mengalami pembredelan dari pihak Belanda seperti Waspada, Merdeka dan Mimbar umum sedangkan yang di desa antara lain Suara Rakyat, Api Rakyat, Patriot dan Penghela Rakyat serta menara.
Belanda membuat UU untuk membendung pengaruh pers, antara lain Persbreidel Ordonantie, yang memberikan hak kepada pemerintah  penjajah Belanda untuk menghentikan penerbitan surat kabar/majalah Indonesia yang dianggap berbahaya.  Kemudian Haatzai Atekelen, adalah pasal yang memberi ancaman hukuman terhadap siapapun yang menyebarkan permusuhan, kebencian, serta penghinaan terhadap pemerintah Nederland dan Hindia Belanda atau sejumlah kelompok penduduk di Hindia Belanda. 
Di Zaman pendudukan Jepang yang totaliter dan fasistis, orang-orang surat kabar (pers) Indonesia banyak yang berjuang tidak dengan ketajaman penanya tetapi melalui organisasi keagamaan, pendidikan, politik, sebab kehidupan pers pada zaman Jepang sangat tertekan
Beberapa hari setelah teks proklamasi dikumandangan oleh Bung Karno, telah terjadi perebutan terhadap perusahaan Koran Jepang, seperti Soeara Asia di Surabaya, Tjahaja di Bandung, dan Sinar Baroe di semarang.  Koran-koran tersebut pada tanggal 19 Agustus 1945 memuat berita sekitar Kemerdekaan Indonesia, Teks Proklamasi, Pembukaan UUD, Lagu Indonesia Raya.  Sejak saat itu Koran dijadikan alat mempropagandakan kemerdekaan Indonesia, walaupun masih mendapat ancaman dari tentara Jepang.


Perkembangan Pers Pada Era Demokrasi Liberal (1945-1959)
Pada tahun 1946 pemerintah mulai membina hubungan dengan pers dengan merancang aturan-aturan tetapi karena masih mendapat gangguan Belanda maka RUU ini tidak kelar-kelar, baru pada tahun 1949 Indonesia mendapat kedaulatan pembenahan dibidang pers dilanjutkan kembali dan pers yang ada di desa dan kota bersatu kembali. Komite Nasional Pusat melakukan sidang pleno VI di Yogya pada tanggal 7 Desember 1949, yang pada dasarnya permerintah RI memperjuangkan pelaksanaan kebebasan pers nasional, yang mencakup perlindungan pers, pemberian fasilitas yang dibutuhkan pers & mengakui kantor berita Antara sebagai kantor beritanasional yang patut memperoleh fasilitas dan perlindungan. 15 Maret 1950 dibentuk panitia pers dan penyediaan bahanbahan dan halaman pers ditambah serta diberi kesempatan untuk memperdalam jurnalistik sehingga iklim pers saat ini tumbuh dengan baik terbukti dengan bertambahnya surat kabar berbahasa Indonesia, Cina dan Belanda dari 70 menjadi 101 buah dalam kurun waktu 4 tahun setelah 1949.

Perkembangan Pers Pada Era Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Era demokrasi terpimpin, adalah era kepemimpinan Suharto sebagai presiden kedua setelah Sukarno. Era ini kebijakan pemerintah berpedoman pada peraturan penguasa perang tertinggi (peperti) No.10/1960 & penpres No.6/1963 yang menegaskan kembali perlunya izin tertib bagi setiap surat kabar & majalah dan pada tanggal 24 Februari 1965 pemerintah melakukan pembredelan secara masal ada 28 surat kabar di Jakarta dan daerah dilarang tertib serentak.

Perkembangan Pers Pada Era Orde Baru (1966-1998)
Pada masa ini pembredelan dan pengekangan terhadap pers semakin parah tercatat ada 102 kali pembredelan yaitu tahun 1972 50x, tahun 1972 40x, serta 12 penerbitan dibredel terkait peristiwa malari tanggal 15 Januari 1974. Pada saat itu Departemen penerangan seolah-olah menjadi pengawas di Indonesia yang mengharuskan SIT atau SIUPP bagi setiap surat kabar yang ada. Koran Detik, Tempo dan Editor menjadi fenomena terakhir dari sejarah pers yang dibredel yaitu tahun 1994.

Perkembangan Pers Pada Era Reformasi (1998-sekarang)
Pada tanggal 5 Juni 1998, kabinet reformasi di bawah presiden B.j.Habibie meninjau dan mencabut permenpen No.01/1984 tentang SIUPP melalui permenpen No.01/1998 kemudian mereformasi UU pers lama dengan UU yang baru dengan UU No.40 tahun 1999 tentang kemerdekaan pers dan kebebasan wartawan dalam memilih organisasi pers.

0 komentar:

Posting Komentar